Thursday, August 31, 2017

Menjadikan Ibadah Anak Kita Menyenangkan

Oleh ibu Elly Risman
The CEO Building, 30 Agustus 2017

Mengapa ibadah perlu menyenangkan?
- karena target yang kita latih itu adalah anak-anak.
Pada fase anak, pusat perasaan yg berkembang lebih dulu. Jadi kenalkan dengan perasaan. Rasa sayang sama allah.
Sayang sama ayah bunda.
Sabar
Minta maaf
Bilang terima kasih
Segala sesuatu yg berputar pada perasaan.

- karena tujuan kita adalah sesuai perintah Allah, yaitu yg tercantum dalam surat QS. Adz Dzariyat ayat 56:

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالاِنسَ إِلا لِيَعْبُدُونِ
"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku"

Kesadaran bahwa tujuan utama mengasuh anak adalah menjadikan mereka penyembah Allah.
Penanggung jawab utama AYAH.
Supaya menjadi ibadah yang baik benar, maka harus ada kerjasama orang tua. Tidak bisa ibunya saja, atau hanya ayahnya saja.
Tanggung jawab orang tua :
- membentuk kebiasaan dan meninggalkan kenangan. Supaya anak faham, tidak terbebani dan tidak menolak karena senang.
Ukir kenangan yang menyenangkan,
Jadi buatlah anak SUKA dan BAHAGIA.
Ingat, Anak adalah TITIPAN ALLAH
Anak adalah amanah yang harus dipertanggungjawabkan ke pemiliknya.
Anak-anakmu bukan pilihanmu, tapi takdir.
Jadi baik anak ataupun kita orangtuanya tidak bisa memilih. Maka terimalah takdir itu sebaik2nya.

Tantangan mengajarkan anak beribadah menyenangkan :
1. Dari dalam diri dan pasangan ➡ selesaikan urusan diri sendiri dan pasangan :
- Dulu diajarkan beribadahnya gimana?
- Rasanya gimana?
- Apakah pemahaman agamanya terbatas atau tidak?
- ingat dari awal pernikahan, bahwa tujuan hidup anak dan seluruh keluarga adalah penyembah Allah.
- dan ingat juga, bahwa penanggungjawab utama adalah AYAH
Ayah harus menggariskan semua hitam di atas putih mau jadi apa anak kita.
- kesimpulan dari penelitian Harvard : anak-anak yang dekat dengan ayah menjadi orang dewasa yang suka menghibur orang lain, punya harga diri yang tinggi, prestasi akademis di atas rata-rata, lebih pandai bergaul.
Berapa menit masing-masing anak dapat berbicara dan berinteraksi dengan ayah?
- apakah komunikasi kita tergesa-gesa? Apakah pesan sampai?
- Bagaimana gaya komunikasi kita?
Kekeliruan Dalam Komunikasi : memerintah, menyalahkan, meremehkan, membandingkan, mencap/label, mengancam, menasehati, membohongi, mengeritik, menyindir, menganalisa.
"Orang kalau diabaikan perasaannya, dari ujung rambut hingga ujung kaki tidak akan berharga dirinya."

2. Kita mengasuh generasi alpha
- generasi Y lahir tahun 1980-1994
- generasi z lahir tahun 1994-2009
- generasi alpha lahir 2010-2025 : mereka hidup dengan Internet, semua serba cepat, instan, biasa multiswitching (dari BBM ke kine ke FB, dll), memiliki tata nilai yang berbeda.

Ibadah, iman, akhlak letaknya di pre frontal Cortex (PFC) ➡ di dahi.
Maka mereka tidak bisa mengambil keputusan.
Kalau akademis ada di dalam otak anak.
3. beban pelajaran yang berat
4. peer presure
5. ancaman dari agama & kepercayaan lain
6. perubahan nilai dalam masyarakat kita

Untuk tantangan ini, maka Mulai dari mana untuk menyelesaikannya?
1. Selesaikan urusan dengan diri sendiri dan pasangan. Cleaning pola pengasuhan di masa lalu. Lepaskan Inner child within you.

Masing-masing harus mengenali inner child nya. Kemudian selesaikan dulu.
Bagaimana caranya ?
Ingat, Kalau bukan karena rahmat Allah maka sikapmu kasar dan hatimu keras.
Semua pengalaman yg dimiliki akan bikin otomatis kasar.

Maafin masa lalu. Minta ampun pada Allah, minta kemampuan pada Allah untuk memaafkan.

Jika perasaan dominan maka bagian berpikir tidak bisa berpikir..

Merdekain diri..

Jika itu tidak selesai..
Anda butuh profesional help. Psikolog atau psikiater.

2. Bermula dari ibu bapaknya

3. Sadari : sasaran tembak pengasuhan.

4. Kenali keunikan dan tahapan perkembangan otak anak.

5. Landasan ibadah menyenangkan.

6. Kaidah yang harus diperhatikan.

Kenapa kita harus berubah? Karena anak mengikuti role model yaitu ayah ibunya.
Kita hutang banyak banget sama anak kita.

Saat kita salah pengasuhan, maka kita berarti menabung untuk kesalahan yang sama dalam mendidik cucu kita. (Dosa dosa pengasuhan).

Bermula-lah dari ibu bapaknya!
Jadi orang tua itu harus berpartnership.

Bagaimana ngajarin anaknya sholat kalau ortu nya gak sholat.

Bagaimana bisa menyuruh anaknya sholat ke masjid kalau orang tuanya gak pernah ngajak ke masjid.

Kecintaan pada masjid itu pakai perasaan.

Bapak dan ibu harus bekerjasama.

Tujuan berkeluarga : menjadikan anak yang mencintai Allah dan BAHAGIA

Ayah penentu GBHK

Ibu2 UPT = pelaksana teknis

Perencanaan - pelaksanaan - evaluasi

Ibu siang ngajarin anakmya
Bapak malam isi kultum buat anaknya

Target per anak, anak beda2 jd masing2 anak punya kurikulum sendiri.

Pembagian kerjasama
Kita kontrol
Dasarnya musyawarah.
Bagi tugas menyampaikan

Godaan mendidik anak dr kain sarung kita (suami atau istri).

Sasaran tembak : anakku harus sholeh dulu baru pinter.
Anak2 butuh pelukan supaya jiwa tidak hampa.
Menurut penelitian, Otak baru sempurna berhubungan usia 7 th.
Tapi cortex baru nyambung ke pre frontal cortex tex usia 20th.
Tapi dalam islam usia 14-16 th

Karena islam tidak mengenal masa remaja.

Kenapa anak usia 17th bisa jd pemimpin perang.
Karena pengasuhan dalam islam.

Anda adalah rumah produksi maka hasilkanlah anak2 anda menjadi anak yg terdidik dan terpelajar termasuk cara dia beribadah.

Cara pandang harus diubah..
Buka BISA tapi SUKA beribadah.
Jangan lupa berdo'a dan tetap Semangat dan bersungguh sungguh.
"Maka bersungguh2 lah karena Allah senang dengan orang yg bersungguh-sungguh"

Sesuaikan dg kondisi anak anda..
Jangan ikut2an anak orang lain.

Landasan spiritual :
1. Qur'an hadist
2. Pendapat para nabi

Katakan kepada mukmin untuk menahan pandangan dan kemaluanmu.

Allah tau apa yg kamu kerjaan.

Landsan medis cara kerja otak

Landasan psikologis :
Kalau masih kecil sdh dibentuk
Daya ingat masih kuat belajar diwaktu kecil
Dunianya terbatas.

Usia 5-8
Ibadah bukan kewajiban, tapi perkenalan, latihan dan pembiasaan.

Kalau sudah dibilangin berkali-kali, tapi masih tetap.
Duduk diatas kursi..
Tarik napas dalam2..
Katakan = dasar memang sambungan otak belum bersambungan.. sabaaar...

Wiring menyenangkan dengan 3B (Bercerita, Bermain dan bernyanyi)

Yaitu bercerita
Karena berkisah adalah metode pembelajaran jaman rasulullah.

Anak generasi alpha mesti pakai alat peraga..
Gak bisa kalau cuma dengan ngomong.

Sifat Allah diceritakan pakai cerita.

Ngajar harus ada sabarnya karena otaknya belum bersambungan.
- Anak usia 1-5 tahun : butuh 20 tahun masa pengajaran
- anak usia 5-10 tahun : butuh 15 tahun masa pengajaran
- anak usia 10-15 tahun : butuh 10 tahun masa pengajaran.

Jadi kita identifikasi dulu anak kita udah di tahap apa, baru KENAL kah, baru TAHUkah atau sudah ke tahap SUKA

- ada anak SUKA tapi GAK MAU ibadah. Bisa jadi memang anak baru di tangga TAHU.

Contohnya sholat. Kalau ngajakin anak anak sholat,  tapi masih main main, gapapa. Karena memang tahapannya belum wajib. Tapi harus tetap dikasih tahu caranya dan dibiasakan sholat

Ngajar harus ada sabarnya karena otaknya belum bersambungan.

Jangan kehilangan momen emas 5-8.

Apa yg bolong di usia 5-8 kejar sebelum usia 14.

Jangan pernah berputus harapan dari rahmat Allah.

Tips sukses :
1. Sayang sama bunda
2. Sholat tepat waktu pergi ke masjis
3. Puasa senin kamis
4. Baca qur'an pagi sore

Semoga Allah memudahkan
Semangat Berjuang!!!

Note : Resume ini saya buat berdasarkan apa yang saya lihat dan dengar pada acara seminar. Jika ada kekurangan maupun kekeliruan mohon dapat disampaikan kepada saya.


Nur Jazilah
Bintaro, Agustus 2017

Sunday, August 27, 2017

Dosa dosa Pengasuhan 

Banyak sekali hal terjadi dalam pengasuhan yang merupakan kebiasaan atau sesuatu yang otomatis, tak bisa dikendalikan dan  dilakukan berulang ulang  oleh orang tua pada anaknya.  Umumnya hal itu terjadi dalam keadaan yang terdesak, tegang, kurang waktu dan tergesa gesa.
Sebagai manusia,  kita semua  pernah berbuat salah bahkan dosa, termasuklah saya .

Dengan maksud baik dan mulia, almarhum ayah saya mengajarkan kami untuk menghormati  setiap tamu yang datang kerumah kami dengan memberi mereka makan. Tergantung datangnya : bisa sarapan pagi, makan siang atau makan malam Beliau menginginkan tamu tamu itu makan dulu baru berbincang bincang. Karenanya, kalau lama saja sedikit ayah saya akan bertanya :”Sudah siap Ma atau Elly?, boleh cepat sedikit?”
Ini terjadi berpuluh tahun, maka sudah jadi kebiasaan pula bagi kami sekeluarga untuk menawarkan atau sudah langsung menyiapkan makan untuk tetamu kami bila waktu makan tiba, yah seadanya..

Air pancuran jatuhnya ke pelimbahan juga

Seiring  dengan  kebiasaan tersebut, maka jadi terbiasa pulalah saya mengatakan : “Cepat sedikit!” pada anak anak saya. Nah, setelah punya cucu, tak terelakkan saya menyaksikan bagaimana anak anak saya sering mengucapkan hal yang sama dalam cara yang berbeda pada anak anaknya. Terutama itu tadi, kalau buru buru, sudah telat  dan situasi lain yang serupa.
Inilah yang saya sebutkan bahwa:  Pengasuhan itu di turun temurunkan .
Masalahnya  masing masing keluarga mempunyai kebiasaan sendiri dan aturan serta harapan yang juga berbeda. Umumnya orang tidak menyadari bahwa kebiasaan pengasuhan  yang dilakukannya sehari hari  merupakan pengulangan dari bagaimana dulu dia diasuh.  Hanya orang orang yang  sungguh sungguh sadar ada yang salah dengan cara pengasuhannya dulu dan  sudah  sepenuhnya dirasakanya dampak tidak baik dari cara pengasuhan tersebut, yang berjuang  untuk tidak melakukan hal yang serupa.
Jadi anak yang dibesarkan dengan tenang, kata kata yang baik dan suara yang lembut  serta perlakuan yang respek, semua tertib dan teratur , akan menjadi orang tua yang sama pula bagi anak anaknya .Ringkasnya, anak yang dibesarkan dengan cubitan akan mencubit, dan yang biasa dengan pukulan akan menampar.
Saya punya sejuta cerita rasanya untuk dikisahkan…
Orang tua yang sangat mementingkan prestasi akademis anaknya, sehingga mengizinkan anaknya tidak memenuhi apapun tugas nya dirumah asal belajar dan les, akan memperlakukan anaknya serupa. Di keluarga itu pasti sering terdengar :’Ya sudah kalau yang kamu kerjakan itu belum selesai2 juga, tinggalin aja, nanti mama  atau mbak Ilah yang ngerjain. Sana! selesaikan dulu pe-er dan tugas tugasmu!”

Hal apa yang dampaknya paling buruk?

Temuan dari penelitian yang bertahun tahun kami lakukan,  menunjukkan bahwa cara pengasuhan yang berdampak sangat jauh dan dalam adalah: Ngomong dan sikap, termasuk bahasa tubuh  orang tua..
Saya teringat benar akan pepatah :”Mulut kamu harimau kamu!” Betapa kata kata bisa akan memangsa kita kembali.
Anak sudah berjuang belajar demi memenuhi harapan orang tua, eh sudah ranking bahkan ada yang lulus ‘cumlaude’, tetap kurang dapat penghargaan. Dianggap sesuatu yang biasa atau “sudah semestinya!”, boro boro diberi hadiah, pelukan saja tinggal  mimpi..
Banyak sekali saya menemukan bagaimana anak anak ini ketika dewasa kalau bisa pergi secepatnya dari rumah orang tuanya, sekolah kek, kawin kek.. pokoknya  menjauh dari orangtua kandung sendiri. Ketika sudah berkeluarga mereka  merasa tidak nyaman atau sudah ketakutan  jauh sebelum orangtua nya datang  mengunjunginya.Belum lagi  super ketakutan kalau ortunya tersebut mengulang pula cara pengasuhannya pada anak anak mereka, yg notabene cucu cucu kandung  ibu bapaknya
Kedengaran tidak sopan,tidak berbakti atau  tidak tahu diri? Tapi itulah kenyataannya.
Seorang sahabat datang bertandang kerumah kami  beberapa hari yang lalu. Kami mengenal menantu bahkan besannya.Dia menceritakan bagaimana terkejutnya dia menemukan menantu laki lakinya ini bukan saja sangat dekat tapi juga manja sekali dengan ibu mertuanya. Suatu hari mereka mendapat kiriman foto bahwa besan perempuan mereka dirawat di RS. Heran, dia bertanya kemenantunya kenapa tidak  memberi tahu dan apakah menantunya ini sudah menengok ibunya? Sahabat kami ini sangat terkejut ketika mengetahui bahwa menantunya bukan saja tidak mau mengabari mertuanya tapi juga tidak mau melihat ibunya yang sakit!. Astagfirullah! . Ternyata, menantunya ini mengatakan bahwa dia tidak dekat dengan ibunya, karena ibunya  selalu”ngomel”, bawaannya “salah mulu” kebanyakan nasihatin dan bukan saja miskin pujian tapi juga senyum!. “Mukanya bête aja”  jelas menantunya. Apa yang terjadi berikutnya?, demi mengajarkan menantunya ini, sang mertua mengantarkan dan menemaninya untuk menengok ibunya sendiri.
Banyak sekali pasangan tidak bahagia, bahkan sampai kecucu menderita, karena dosa dosa pengasuhan ini.

Jadi bagaimana dong ?

Sekarang tantangan pengasuhan luar biasa, semakin hari semakin meningkat saja bahayanya. Dari buku sekolah yang mengandung unsur porno, kejahatan seksual dimana mana, tontonan, permainan dan lagu anak yang penuh hal buruk, narkoba terus menerus ditemukan dalam jumlah besar tapi kita tidak pernah dengar bagaimana akhirnya, dan ancaman pornografi diujung jemari anak kita yang mengganggu fungsi otaknya tanpa diawali dengan pengaruh terhadap prestasi akademisnya!
Alih alih menjauhkan anak dari berbagai pengaruh buruk dan jahat tersebut, kita bisa membuat mereka menjadikannya sebagai “pintu exit” dari situasi buram, gak nyaman dan menekan dari dalam rumah, kalau kita menurun temurunkan kan dosa dosa  pengasuhan  tanpa sengaja.
Saya mengajak diri saya dan anda orang tua terpelajar yang baik hati untuk mengenali dan kemudian meotong kebiasaan2 buruk  dalam pengasuhan yang kita lakukan sehari hari.
Yuk kita sadari, jangan jangan ortu kita juga mewarisinya dari situasi yang tidak nyaman dulu dirumah beliau. Semua kan sudah berlalu, bahkan berpuluh tahun yang lalu. Jangan kan kita mampu mengendalikannya, tahu  apa yang jadi  penyebabnya saja tidak!
Paling gampang, yuk menerimanya sebagai kenyataan, lalu maafkan, minta ampunkan pada Allah, bicara selalu positif  pada otak kita, dan mulailah ngomong dengan senyum terlebih dahulu. Senyum membantu untuk bikin relaks, Kalau lagi marah banget ya tarik nafas dua – tiga kali, tersenyum baru bicara.
Enak diomongin gak enak di kerjain, pasti anda bilang begitu. Ya iyalah, tapi  ‘worth it’ untuk dicoba. Ngapain yang jelek jelek tetap disimpan iya khan, apa gunanya.
Nah selanjutnya, kalau lagi sendiri banyak banyaklah istigfar dan bayangkan anda membuang semua kebiasan lama tersebut sambil berulang ulang bilang sama diri sendiri : Aku harus merdeka, jiwaku merdeka dan pikiranku merdeka!
Hidup udah susah, jangan di susah susahin lagi
Selamat menyambut hidup yang lebih ringan  dan bahagia untuk melahirkan generasi yang lebih bahagia!.
Luv u all

Bekasi  30 Juli 207
Elly Risman
#Parentingeradigital

Silahkan share bila bila dinilai bermanfaat

Sunday, August 13, 2017

Komunikasi suami istri

Umum sekali terjadi, tak lama setelah perkawinan suami istri baru ini sudah   mulai menemukan bahwa komunikasi  antar mereka berdua, jadi tidak selancar, sehangat apalagi seindah ketika dulu pacaran atau sebelum menikah.
Sekarang, ada saja yang gak nyambung, emosi naik, kadang diam, tak biasa dimengerti dan seolah tak ada keinginan untuk mengerti. Dulu, kalau begini salah satu pasti tidak akan pernah berhenti membujuk, sampai salah satunya mengalah dan komunikasi tersambung kembali.

Kenapa sudah kawin malah jadi sebaliknya?
Harapan dan mimpi indah yang dulu dibagi bersama dan menimbulkan semangat, kini seolah menguap begitu saja . Kenyataan yang ada sangat mencengangkan karena banyak hal yang dulu tidak diketahui kini menjadi jelas merupakan kebiasaan yang kurang pas dan kurang menyenangkan bagi pasangannya. Mulai dari  kalau ngomong kurang diperhatiin, mau menang sendiri,kebiasaan yang tidak sama : naruh handuk basah diatas tempat tidur, suami merasa  kurang dilayani, istri merasa kurang didengarkan perasaannya dan sejuta perbedaan lainnya yang terus menerus terjadi dari hari ke hari….

Mengapa semua ini terjadi ?

1.Hidup lebih realistis, kebiasaan dan sikap  asli masing masing     nampak  dan tak perlu dipoles dan disembunyikan lagi.  Cara ekspresi emosi juga otomatis nampak : marah, menghakimi, selfish, narcist, mencap, dll.

2. Dari pengalaman saya menghadapi berbagai kasus keluarga dan perceraian, ketika pasangan ini  belum menikah, mereka tidak mengetahui atau diberi tahu bahwa masing masing harus mempelajari latar belakang pengasuhan pasangannya dan  mengapa perlu tahu.. Yang paling buruk adalah kenyataan bahwa masing masing pasangan  tersebut bahkan tidak cukup kenal dengan dirinya sendiri!.

3.Tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah menciptakan laki laki dan perempuan itu berbeda : Otaknya, hormon2nya, alat kelamin, ratio otot daging, kapasitas paru paru dlsbnya

4.Tidak memiliki ketrampilan bicara yang benar, baik dan menyenangkan  serta

5.Kurang memiliki ketrampilan mendengar, sehingga

6.Tak mampu berkomunikasi yang baik, bersih dan jelas.

         Apa akibatnya?

Masing masing seperti terperangkap dalam diri sendiri. Bagaimana  jalan keluarnya?. Mana bisa kita ceritakan sama ortu?  Sudahlah beliau capek mendidik kita, menyekolahkan, mengawinkan.. masak  masalah kita, kita bawa juga ke mereka. Kawin di jodohkan saja tidak mudah kita adukan apalagi ini pilihan kita sendiri. Tangan mencincang bahu memikullah. Kalau diceritakan ke orang lain, aib hukumnya. Menceritakan kekurangan atau kejelekan  pasangan, bisa bisa gak dapat mencium wanginya syurga!.

Jadi terasa seperti api dalam sekam,  panas terus tapi jangankan ada pintu atau jalan keluar , asap saja tak bisa  dihembuskan . Ini yang membuat kadang kadang semangat redup karena hati luka – merasa terkunci di hati sendiri , sulit ditemukan apalagi  diberi pertolongan!

Harapan timbul tenggelam, ah.. siapa tahu nanti membaik. Siapa tahu  kalau anak sudah lahir, siapa tahu kalau ada adiknya pula.. siapa tahu…..

        Apa yang terjadi  selanjutnya ?

Kebutuhan semakin  beda, marah mencuat, bersitegang – bertengkar, saling: merendahkan, menyalahkan, menjelek-jelekan & menjatuhkan saling menuduh,  menghakimi, mencap,  bahkan sampai menyebut nyebut orang tua. Akhirnya saling diam diam-an, bicara seperlunya saja semuanya membuat semakin sunyi di hati.
Sudah jelas dalam keadaan seperti ini  sulit bagi masig masing pasangan untuk  menunjukkan pengertian, pengakuan apalagi pujian!.
Satu tempat tidur  tapi seperti  beda planet ! Berpapasan dipintu  berusaha jangan senggolan, beradu kaki ditarik buru2. Kamar sering sekali sunyi, masing masing dengan aktifitas sendiri sendiri. Tapi hati semakin luka, semakin perih.

Kalau ada tamu : standard ganda. Saling menyebut  dan menyapa, seolah tidak terjadi apa apa : “iya begitu kan ya ma/pa?” hahahaha. Begitu tamu pulang , sunyi dan senyap kembali…
Kebutuhan untuk diterima dan didengarkan tetap ada pada masing masing, sebagai kebutuhan dasar agar tetap jadi manusia, mulailah  terjadi perselingkuhan atau punya teman curhat  yang biasanya berujung   maksiat atau kawin lagi. Yang popular sekarang adalah BINOR (Bini Orang) atau LAKOR ( Laki Orang) , yaitu selingkuh dengan teman sekerja, sekantor atau lain kantor atau teman SMP dan SMA dulu. Semua dijaga ;Tahu sama Tahu. Kalau hamil kan punya suami!. Yang paling buruk adalah selingkuh sejenis, seperti yang sering dibicarakan akhir akhir ini .. Yang jelas kebutuhan jiwa dapat , material apalagi!

Bayangkan bagaimana bermasalah anak anak yang tumbuh dalam keluarga seperti ini ? sudahlah mungkin rezeki tidak halal dan thayyib ortunya berbuat maksiat pula.
Banyak sekali orang tidak tahu, memang belum ada penelitiannya, bahwa bila seorang ayah atau ibu melakukan maksiat, pasangannya bisa dikelabuinya tapi tidak Allah dan anaknya!. Pengalaman saya menunjukkan bahwa anak yang tadi manis patuh dan berkelakuan baik, bisa tiba tiba gelisah, temper tantrum, tak bisa mengendalikan diri, marah, ngamuk dlsbnya.. bila secara diam diam salah satu ortunya berzina!.  Bayangkan, berapa banyak sekarang pasangan melakukan hal itu dan hubungkan dengan keresahan jiwa dan kenakalan remaja.
Dalam iklim psikologis dirumah  yang buruk sekali itulah  anak tumbuh dan berkembang. Bayangkanlah dampak  bagi perkembangan kejiwaan, emosi, kecerdasan,  social dan spititualnya!

        Jadi, bagimana sebaiknya ?

Pertama harus disadari benar bahwa  komunikasi pasangan ini sangat penting  karena  ia mencerminkan Iklim rumah: fondasi keluarga, kesehatan pribadi, kesehatan anggota keluarga, cerminan: kekuatan, kelemahan & kesulitan perkawinan dan Kelanjutan  serta kepuasan hidup!.
Intinya, kalau suami usia masih  muda sudah sakit sakitan jangan jangan ada masalah besar dengan istrinya. Sebaliknya, bila istri masih muda sakit sakitan, jangan jangan suaminya bermasalah!.

Untuk itu, kenalilah masa lalu masing masing pasangan. Apa  dan pengasuhan yang bagaimana yang membuatnya seperti sekarang ini yang kita uraikan diatas. Perjodohan adalah sebagian dari iman, karena tidak akan berjodoh anda dengan pasangan anda kecuali dengan izin Allah. Jangan mudah menceraikan atau minta cerai, karena itu adalah pekerjaan halal  yang dibenci Allah. Perkawinan adalah perjanjian yang sangat kokoh : “Mitsaqan Galidha”. Allah lebih tahu, dari yang anda rasa dan fikir kurang atau  buruk, disitu banyak kelebihan dan kebaikan menurut Allah.

Tapi karena kita kurang waspada dan menyadari  bahwa syaithan tujuan utamanya adalah untuk menghancurkan perkawinan, seperti yang dilakukannya terhadap nabi Adam dan ibu Hawa, maka kita akan terkurung dalam penilaian dan pemikiran yang buruk saja tentang pasangan kita.
Jadi, berusahalah untuk meningkatkan keimanan, mintalah pertolongan Allah agar dibukakan mata hati kita untuk :Bersyukur, menerima ketentuan Allah, bersangka  baik,  melihat kelebihan lebih banyak dari kekurangan, menemukan ‘Inner child” pasangan dan berusaha memaklumi dan perlahan merubahnya.
Kesulitan utama yang banyak dihadapi orang adalah karena dia tidak mengenal dirinya sendiri. Dia sendiri memiliki ‘inner child” yang parah dan terperangkap disitu. Dia sendiri melimpah, sehingga bagaimana mungkin menolong pasangannya . Dalam situasi seperti ini pasangan ini memerlukan  pertolongan ahli, bahkan mungkin butuh terapi. Bila hal ini tidak segera dilakukan, penderitaan keduanya  bisa berkepanjangan karena yang jadi korban adalah harapan satu satunya dimasa depan yaitu : anak anak mereka ! .

Selanjutnya adalah menyadari bahwa Allah menciptakan otak kita ini berbeda. Jadi pelajarilah akibat perbedaan ini lewat syeikh Google atau mbah Wiki, dan apa dampanya pada salah pengertian dan salah harapan antara suami dan istri.

Langkah berikutnya untuk memperbaiki komunikasi adalah belajar menjadi “Pendengar” yang baik. Memang tidak mudah, karena kita dari kecil diajarkan untuk  bicara dan bicara: lewat lomba pidato, story telling, debat dlsbnya. Tapi tidak ada lomba mendengar!.

       Mendengar yang baik ada kiatnya :

1.Hindari  penghalang mendengar, yaitu : Lebih mudah membuat jarak dengan pasangan, malas komunikasi, kalau ngomong bukannya dengar tapi memikirkan jawaban, menyaring tanda-tanda bahaya dalam percakapan, mengumpulkan data-data untuk       mengutarakan pendapat dan memberikan penilaian  terhadap apa yang di kemukakan oleh pasangan.

2.Berusahalah mendengar yang benar dengan :
Bukan hanya diam di depan pasangan yang sedang bicara tapi cari tahu (tanpa “baca pikiran”) apa yang dimaksudkan, dikatakan dan dilakukan pasangan . Tunjukkan  kita mengerti pasangan, sehingga hubungan terasa jadi lebih dekat, bisa menikmati kebersamaan, menciptakan dan melanggengkan keintiman.

3.Mendengar yang benar membutuhkan COMMITMENT & COMPLIMENT.

Commitment/ kesepakatan dengan diri kita sendiri  artinya  dalam mendengar kita berusaha untuk: Mengerti, Memahami, Menyisihkan minat dan kebutuhan pribadi , Menjauhkan prasangka dan berusaha  untuk Belajar melihat dari sudut pandangan pasangan
Sedangkan Compliment /hadiah adalah  menunjukkan pada pasangan bahwa “Saya peduli kamu, sanggup anda, Saya ingin tahu apa yang kau pikir atau  apa yang kamu rasakan dan apa yang kamu butuhkan”.

Semua ini memang tidak gampang tapi bukan hal yang mustahil untuk dilakukan. Cobalah sedikit sedikit asal  jangan anda  menyerah dan kembali ke pola komuniasi  yang semula.

Mungkin yang  penting sekali  untuk anda ingat :

Kalau ada kerikil dalam sepatu, terasa menganggu dipakai berjalan, buka sepatunya  buang kerikilnya, bukan sepatunya yang anda ganti. Tidak ada manusia yang sempurna, termasuk anda!.

Yakin bahwa anda bisa. Pasti bisa!!

Bekasi, 19  September 2016.

 #Elly Risman.

Bila  anda rasa tulisan ini bermanfaat, tak perlu minta izin silahkan share sebanyak yang anda bisa. Semoga ada manfaatnya .

Thursday, August 10, 2017

“Jangan bikin ayah bunda marah ya !”

Berapa sering sudah selama anda menjadi ibu atau ayah anda mengucapkan kata kata seperti diatas kepada anak anda?
sejak dia berusia  berapa?.
Iya , kalau anak anda satu bagimana kalau lebih?. Apakah  masing masing mereka juga pernah menerima kalimat diatas dan sudah berapa kali?..

Pernahkah anda bertanya pada diri sendiri sebagai orang tua, mengapa anda mudah sekali marah ? Bahkan kadang untuk hal hal yang sepele dilakukan anak atau bahkan untuk perilakunya yang  karena usianya dia belum tahu bahwa itu merupakan sesuatu  yang salah.
Bukankah seringkali  juga ayah dan bunda sudah langsung naik marahnya semata mata karena anak tidak mendengar apa yang diucapkan, disuruh, dilarang oleh orang tuanya atau karena sekedar  bertanya terus menerus?!.

Banyak hal memang yang bisa menjadi penyebab seseorang bisa marah : Capek, kurang tidur, banyak pikiran, lapar, kesal sama pasangan dan orang lain disekitar tetapi tak bisa di keluarkan, waktu terbatas tapi banyak hal harus diselesaikan/buru buru, stress, merasa terganggu  dan beribu hal lainnya.
Tapi, kalau  kemarahan anda itu begitu otomatis, sangat mudah dan polanya sama, misalnya : bila anak anda sebutlah “nakal” ( yang maknanya juga bisa seribu  juga tergantung definisi  dari masing masing orang tua) dan anda langsung serta SELALU menunjukkan nya dalam bentuk : mencubit, berteriak, memukul atau berkata kasar, maka  anda HARUS MENYELAM kedalam diri anda dan  MENGEMBARA kemasa lalu anda : Ada apa  dengan anda mengapa anda bereaksi  seperti itu.
Apa yang anda perlu lakukan terlebih dahulu adalah menemukan penyebab utama dari masa lalu tersebut. Anda juga harus bekerja sama dengan pasangan dan berusaha saling menemukan penyebab utamanya dan berusaha menyelesaikannya dengan : Menerima , memaafkan dan kemudian pelan pelan mengendalikannya.
Banyak sekali  orang tua tidak menyadari sebab utama dari mereka marah, dan mengeluarkannya dalam bentuk tertentu kemarahannya secara terus menerus.

Jadi : Siapa sebenarnya yang mengontrol dan  yang di kontrol?
Kalau setiap kali anda mengatakan :
“Jangan bikin ayah atau mama marah ya, kamu gak tahan nanti!”    atau “kamu gak tahu apa yang akan terjadi!”  atau berbagai bentuk kalimat yang sama.
Sebetulnya sadarkah kita apa yang sebenarnya yang sedang kita lakukan?.
Bukankah kalimat tersebut menunjukkan bahwa kita  “menyerahkan kendali emosi kita  kepada orang lain disekeliling kita, dalam hal ini anak kita sendiri? Mengapa  kita jadikan dia  yang memegang ‘Remote control’ nya emosi kita ? Berapa umurnya?” Dia kan anak anak anak yang mungkin otaknya  saja belum bersambungan.
Bukankah  bagi kita orang dewasa reaksi emosional kita  tergantung pada kita? Selalu ada pilihan yang bebas untuk kita lakukan.
Kalau kita menyerahkannya kepada anak anak  tidakkah itu kita sebenarnya sama sama anak anaknya dengan anak kita ?                                                                                                                                    

Jangan jangan  itulah yang merupakan salah satu sebab , mengapa ketika kita marah, kita tidak sadar apa yang terjadi, dan baru sadar setelah semua itu berlangsung baru kita jadi menyesal dan tidak jarang menangisinya. Tapi bukankah kemudian  kejadian serupa terulang lagi ?

Kemampuan bertanggung jawab  terhadap  aksi atau perilaku kita sesungguhnya  menunjukkan tingkat kematangan  diri.
Menjadi pemilik dari kesalahan  diri sendiri tanpa melemparnya  atau menyalahkan orang lain, situasi yang ada  bahkan masa kecil itulah KEDEWASAAN!.
Menjadi dewasa  adalah  tahap yang paling dasar  untuk  meraih  kemampuan untuk mengontrol diri sendiri. Belajar untuk mengendalikan diri  berarti kita berusaha bertanggung jawab terhadap keputusan kita sebelum , selama dan sesudah kita melakukan sesuatu. Ini membantu  kita untuk mengenali bahwa  tidak seorangpun bahkan anak kita  bisa  membuat kita merasakan, berfikir dan melakukan  “sesuatu”!.
Pantaskah  bila kita biarkan  anak kita membuat kita terpojok, menekan tombol kesabaran dan mendorong kita melakukan sesuatu yang salah? . Kenyataannya  mereka kan tidak segitunya “berkuasa” khan?
Bayangkanlah apa jadinya dengan anak kita bila keadaan  seperti ini berlangsung terus,  dimana anak sejak usia dini yang memegang kendali emosi orang tuanya?. Bagaimana anak ini nanti kalau sudah lebih besar dan bagaimana pulalah masa tua ayah ibunya?  

Jadi, bagaimana dong sebaiknya ?

1. Memang tidak semua orang tua marah pada anaknya, tapi pada umumnya semua kita mengalami “perjuangan” membesarkan dan mengasuh anak. Kita umumnya cemas dan kawatir bagaimana nanti “jadinya”anak kita. Hal ini membuat kita tak sengaja terlalu fokus pada anak sehingga lupa, bila sudah terlalu kawatir kita jadi kurang memperhatikan diri kita sendiri dan hilang kendali emosi.

2. Tolong jangan HANYA fokus pada anak, tapi fokus pada diri anda sendiri dulu.  Seperti kita mengantar kan anak kesekolah dengan kendaraan: mobilkah atau motor, siapa yang mengendalikan kendaraan? anak atau kita?. Begitulah seharusnya . Jadi  selesaikan dulu urusan dengan diri sendiri.

3. Berjuanglah untuk tetap memiliki kendali atas pikiran dan perasaan kita sebagai orang tua. Marah bukan tidak boleh, tetapi bila keseringan dan merupakan kebiasaan untuk berespons terhadap anak  akan berakibat tidak  baik bukan hanya bagi hubungan ortu anak tetapi juga terhadap “well being” nya. Karena  marah  tidak menyelesaikan masalah apalagi disertai kata kata yang tajam, bentakan dan hukuman fisik.

4. Mengendalikan diri dari marah juga harus dengan ilmu. Bahwa perubahan pertama yang dilakukan adalah terhadap diri sendiri. Kemudian harus meningkatkan ilmu agama selain dari ilmu pengasuhan. Pastilah dalam agama kita masing masing ada ketentuan  dan aturan tentang mengendalikan  marah sebagai salah satu sifat yang diciptakan ada dalam diri kita. Kalau tidak, kita tak akan berperang dengan diri sendiri dan dengan sekeliling kita bila kesalahan, kedhaliman , kemungkaran terjadi.

Dalam Islam, bila seseorang marah dia  hendaknya  menahan  amarahnya  dan memaafkan (3:134 ; 42: 37). bahkan dalam surah At Thagabun disebutkan bahwa : Wahai orang orang yang beriman, Sesungguhnya diantara istri istrimu dan anak anakmu ada yang menjadi musuh bagimu.Maka berhati hatilah kamu terhadap mereka; dan jika kamu maafkan, jangan marah serta ampuni mereka maka sungguh Allah Maha Pengeampun Maha Penyayang.

Bagaimana kita mampu melakukan semua itu : Memaafkan, tidak marah dan mengampunkan kalau kita tidak bisa mengendalikan diri kita sendiri?
Kalau hubungan ortu anak didasarkan dengan banyak marah dan teriak maka akan jadi bagaimanalah   hubungan tersebut nantinya.

Allah maha Tahu akan apa yang Dia ciptakan. Mengapa kita harus maafkan anak kita dan sebaiknya tidak marah ? Kan otaknya belum bersambungan? Mereka membutuhkan :dikasih tahu tentang  banyak hal : baik buruk , salah benar, boleh tidak boleh, halal dan haram  dll. Untuk itu mereka  sangat membutuhkan bimbingan, arahan  yang penuh kasih sayang. Bukan Marah dan teriakan !.

Rasulullah saw dimintai wasiat yang singkat dan padat oleh seorang sahabat : Jariyah bin Qudamah ra .Rasulullah mengatakan: “Engkau Jangan marah!” (HR Buchari)
Hadist lain Rasulullah mengajarkan bila seorang marah hendaknya dia DIAM, sehingga terhindar dari mengeluarkan kata kata yang tidak  patut dan keji.

Karena marah adalah  bara yang dilemparkan syaithan  kedalam hati anak Adam sehingga  ia mudah emosi,dadanya membara,urat syraf menegang, wajah memerah dan terkadang ungkapan dan tindakannya tidak masuk akal.

Rasulullah juga bersabda : Kalau seseorang marah dalam keadaan berdiri, maka sebaiknya dia duduk.Bila masih marah :berbaring. Bila masih marah juga  sebaiknya di berwudhu.
Cara lain yang dianjurkan Rasulullah adalah mengucapkan : A’u dzubillahi minasyaithanir rajim…

Jadi kita  telah diajarkan berbagai cara untuk mengendalikan diri kita dari amarah dan juga telah  telah diberi tahu “ ganjarannya” yaitu sabda Rasulullah :
a. Jangan kamu marah maka kamu akan masuk syurga”
b. Barangsiapa menahan amarah, padahal dia mampu melakukannya, maka pada hari kiamat Allah akan memanggilnya dihadapan seluruh makhluk, kemudian Allah menyuruhnya untuk memilih bidadari yang ia sukai.

Masih mau marah juga ? ya Ampuuun!!!

Jadi  teman teman, perjuangan terbesar kita bukanlah bagaimana menghadapi   dan membatasi anak kita dari pengaruh buruk TV, Internet, Pornografi,Miras dan Narkoba dan pergaulan bebas, tapi perjuangan  mengatasi reaksi emosi kita sendiri!

Kalau kita ingin berpengaruh terhadap anak kita, Kontrol reaksi emosi!. Kita harus yaqqin bahwa kita  bisa kok memilih reaksi emosi mana yang akan kita tunjukkan.

Pengasuhan adalah bisnis yang TIDAK BOLEH GAGAL!.

Kalau anda sudah kepenuhan dan sangat lelah, ini tips yang paling mudah : Duduklah bersandar, ingat anjuran Rasulullah untuk diam. Pandang anak anda dengan kasih, tarik nafas panjang dan dalam lalu hembuskan. Lakukan beberapa kali sambil  katakan dalam hati anda: “Benar benar yah nih anaakkkkk… otaknya  belum sempurna bersambungan!!”                                                                              
Senyummm…...
Senyum,  kata seorag ahli, membuat  otot pipi berkerut, menghentikan aliran oksigen dari pembuluh darah yang satu ke pembuluh darah berikutnya, sehingga menyebabkan batang otak menjadi dingin dan kondisi itu memproduksi  serotonin. Seretonin anti agresivitas…
Jadi  gak mungkin sambil tersenyum anda menghampiri anak anda mencubit, memarahi atau membentaknya . iya khan?

Selamat berjuang mengatasi reaksi emosi yang negatif dan berhentilah bilang :”Jangan sampe bikin ayah/mama marah ya !” dengan wajah berang dan mata melotot….

Bekasi, dini hari 30 Januari, 2017
Elly Risman
#Parenting eradigital
Silahkan share bila perlu

Tuesday, August 8, 2017

Bijak Menghadapi Tantangan Pengasuhan sehari hari

Bijak menghadapi :Tantangan pengasuhan sehari hari

Kali ini saya ingin mengajak anda para orangtua pembelajar untuk bersama menengok keseharian anak kita, dan kemudian untuk mengenali tantangan pengasuhan sehari  hari dimana kita bergulat untuk membentuk anak anak kita menjadi  anak anak yang seperti  diperintahkan Allah yaitu anak anak yang utamanya  menjadi  penyembah Allah – Li ya’buduun.

“ Berapa usia anak anak anda kelas berapa mereka sekarang ?”
Saya ambillah contoh anak SD kelas rendah dulu, yaitu kelas -3. Dari sini nanti kita dengan mudah menaikan jejangnya dan juga memahami kemajemukan masalah yang kita hadapi sehari hari..
Mengenai jadwal ini sangat bergantung aturan di masing masing keluarga, jam masuk sekolah, jarak tempuh dan Kalau mau anak diajar dan dilatihkan sholat shubuh  tepat waktu, berarti kita sudah coba membangunkan anak 10’ – 15’sebelum waktu sholat tiba, sekitar 03.50 atau pukul 04.00.
Kita buatlah jadwalnya sebagai berikut :
03.50 – 04.05  Bangun, siapa siap utk sholat
04.10 – 04.25  Sholat subuh,  baca Qur’an atau bahas  hal hal agama yg lainnya
4.25  - 6.30     Mandi siap siap, membantu tugas RT lainnya , sarapan . Mengulang pelajaran atau mengerjakan tugas RT atau bantu ibu atau  bercengkrama dengan keluarga.
6.30 – 7.00      Berangkat sekolah
07.00 – 13.30 Disekolah
 13.30 -  14.30 Pulang sekolah, sampai dirumah. Sangat tergantung jarak rumah – sekolah  dan macet tidaknya jalan dan kendaraan yang digunakan.
Ini kurang lebih jadwal untuk kelas rendah. Semakin tinggi  kelas anak semakin sore tibanya di rumah. Anak kelas 4-6 biasanya sampai dirumah berkisar atara jam 4- 5. Sementara anak SMP  biasa sampai dirumah  magrib atau bahkan  malam hari. Apalagi  kalau  ada tugas berkelompok  atau les tambahan . Riset kami menujukkan bahwa umumnya anak anak SD akan les 2-3 hari dalam seminggu, sementara anak SMP  akan les lebih banyak hampir 5-6 hari dalam seminggu.
Orang tua yang terlalu cemas akan banyak hal dalam keberhasilam akademis anaknya dimasa depan  atau yang terlalu sibuk sehingga sulit untuk punya waktu dengan anaknya akan mengatur jadwal les yang padat. Alasannya  dari pada waktu digunakan tidak menentu lebih baik anaknya ikut ber macam macam les.

Marilah kita sadari berapa padatnya otak anak dengan berbagai tugas tersebut, berapa lelah jiwanya dan jerih badannya. Dini hari besoknya, dia akan menghadapi lagi hal yang sama. Terus dan terus dan terus…
Sudah lah capek, umumnya orang tua tak sanggup menerima bahasa tubuh yang menunjukkan kelelahan dan sikap yang agak malas malasan dan lama dalam menyelesaikan sesuatu yang disuruh. Apa lagi kalau berkilah, membantah, memprotes, berkata dengan nada tinggi, menolak melakukan atau  mengerjakan sesuatu.
Wah bayangkanlah reaksi orang tua, apalagi  mereka yang tadi seharian sudah habis tenaga dan emosinya terkuras diluar rumah, lepas dia bekerja atau sekedar aktifitas ‘killing time “saja.Memukul mungkin tak sembarang orang, tapi  apa kabar dengan kata kata ?
Banyak yang tidak faham bahwa kata kata yang tajam walau dalam nada rendah menusuk kedalam jiwa, “verbal abuse” namanya. Kalau perasaan diabaikan bahkan di”iris dan dihunjam” juga atas nama kepuasan emosi ibu dan ayahnya, “emosional abuse” istilahnya.

Bagaimana anak  tidak menumpuk lapisan emosi yang tinggi dalam dadanya yang sekali  meledak bak air bah yang bobol tanggulnya.
Lupa, hal ini sudah berlangsung lama, sejak usia 6-7 tahun, atau mungkin lebih muda. Tak disadari  hari telah berganti minggu , minggu berganti bulan. Bulan terlah beralih tahun dan tahun dan tahun….
Siapa yang mengerti beratnya beban fikir dan jiwa anak?. Dengan dalih masa depan yang masih sekitar 15 – 20 tahun lagi itu, sejak muda usia anak di pacu dan  di dera untuk mempertahankan prestasinya sekuat yang dia bisa.. Bukan hanya badan, banyak yang tidak faham betapa jiwa anak dan remaja kita ini pun tak sempat bernafas.
Anda mungkin tidak percaya, bahwa 7 dari 15 pemerkosa Yuyun yg sempat saya temui bersama dengan dr Dewi Inong di penjara, menyatakan bahwa mereka menyimpan dendam pada ibunya: karena kata kata yang mereka terima terlalu menusukjiwa!.

Apa yang hilang  dari pengasuhan ?

Banyak!.
1. Yang pertama adalah hilangnya  kehangatan, kebersamaan dan
     keceriaan anak anak dan remaja.
2.  Cinta Belajar. Beban pelajaran dan waktu belajar yang padat kita kawatirkan telah mencederai semangat belajarnya. Mereka masih akan belajar belasan tahun lagi. Kalau sekarang sudah “bantat” karena lelah jiwa, dari mana akan diperolehnya semangat dan kecintaan menuntut ilmu dan  untuk menyelesaikannya sampai jenjang yang tinggi?
3. Yang paling mahal yang hilang bila tak pandai pandai mensiasati adalah Dialog. Karena waktu yang sempit,pola bicara hanya perintah larangan dan komentar. Bagaimana akan menyampaikan pesan, membentuk kebiasan baik, menambah pengetahuan, memperluas wawasan dan yang paling penting bagaimana bisa mengetahui kebutuhan utama anak dan mendengar dan memahami perasaannya?
Percakapan berpusar hanya pada masalah akademik semata.
4. Banyak hal hal esensial yang harusnya dibahas diajarkan pada anak jadi tak kebagian waktu, apalagi kalau kedua orang tua sibuk : Berbagai aspek dalam penanaman aqidah yang lurus, ibadah yang benar ,amalan yg shalih dan akhlak mulia serta berbagai kisah kenabian dan para sahabat yang mulia tak sempat dilakukan.
5. Hal lainnya yang umumnya  sungguh terabaikan adalah persiapan pra baligh dan keharusan bijak berteknologi.

Apa yang terjadi ?

Tanpa terasa oleh karena jadwal yang padat dan ortu yang sibuk, tahu tahu   anak sudah pra remaja. Mereka sudah “ sexually active” sementara persiapan  untuk baligh  jauh dari  memadai. Anak  kurang memiliki  berbagai pengetahuan dan ketrampilan hidup, padahal mereka adalah generasi Platinum yang hidup di era digital. Tiba tiba terasa kita memiliki banyak sekali masalah.
Karena beratnya beban hari hari yang dihadapi anak, mereka mencari kesenangan dengan atau melalui handphone, laptopnya, games dan berbagai fasilitas technology lainnya. Anak terpapar pada berbagai bentuk kriminalitas, narkoba, perjudian, berbagai bentuk kenakalan remaja lewat sosial media dan tentunya pornografi yang sudah sering sekali kita bahas di grup ini.
Kita menghadapi berbagai masalah perilaku yang luar biasa rumitnya, tak meyadari sebab musababnya karena merasa semua berjalan seperti biasanya dan kini  bingung mencari solusinya.

Bagaimana sebaiknya ?

Berikut  sekedar usulan saya  bagaimana menghindari bila belum terjadi dan mengatasinya bila sudah terlanjur tidak sengaja.

1.Cukupkanlah kehangatan anak  dan kelengketan jiwa ke jiwa dengan kedua orang tuanya . Penuhi bejana jiwa anak kita pada saat dia butuhkan dalam jumlah yang cukup oleh kedua orangtuanya.
2.Riset yang kami lakukan menunjukkan bahwa pasangan muda  lupa  merumuskan dan menyepakati tujuan pengasuhan anak anaknya Kacaunya arah  pengasuhan anak adalah karena orang tua lupa merumuskan Tujuan Pengasuha dengan rinci, bukan hal hal yang umum dan  generik seperti  : Menjadikan anak shalih dan shaliha saja.
Ada tujuh Tujuan Pengasuhan yang kami sarankan berdasarkan riset kami .
1. Menjadi hamba Allah yang Taqwa, Imannya lurus, ibadahnya
        benar dan baik serta akhlak nya mulia.
2. Diasuh dan disiapkan untuk menjadi calon suami dan istri
3.  Dipersiapkan untuk menjadi ayah dan ibu
4. Dididik untuk menjadi ahli dalam bidangnya secara
         professional
5. Disiapkan menjadi pendidik, terutama laki laki karena mereka
         akan menjadi pendidik utama istri dan anak anaknya serta bila  
         perlu keluarganya.
6. Khusus untuk laki laki dipersiapkan untuk jadi pengayom bagi
        kedua orang tua, keluarganya dan keluarga besarnya. Dia
        terutama yang bertanggung jawab dari mengurus kedua orang
        tuanya terutama kebutuhannya, ketika mereka tua dan sakit
        serta mengurusi dan mengimami sholat jenazahnya.
7. Anak laki laki dan perempuan di asuh untuk juga bisa
        bermanfaat bagi orang banyak.

Dengan adanya  rumusan yang jelas tentang Tujuan Pengasuhan ini maka bisa dibuat kesepakatan antara suami istri dalam menjalaninya dan membuat rencana evaluasi serta  bagaimana berbagi taggung jawab dalam  pelaksanaannya.
Mengapa sering sekali terjadi kekacauan seperti diatas, karena mengasuh anak tidak punya tujuan tak terbangun prinsip  yang jelas sehingga mudah latah atau hanyut dalam TREND, bagaimana orang sekitar mengasuh anaknya.
Kalau orang lain fokusnya hanya sukses akademis, yah kita gak perlu sama. Kita punya 6 tujuan lainnya yang harus kita capai, diuraikan dalam tahapan usia  dan dibuatkan rencana bagaimana mencapainya. Itulah Pe Er anda berdua sepanjang kehidupan sampai anak dewasa!.

3.Selanjutnya adalah  membuat rumusan tentang apa yang dibutuhkan  berdasarkan usia untuk setiap  aspek dari  Tujuan Pengasuhan.
Misalnya untuk menjadikan keimanan  anak lurus, ibadahnya baik dan akhlaknya mulia: Apa tugas ayah dan apa tugas ibu.Ayah menentukan garis besar nya lalu ayah dan ibu berbagi tugas dalam pelaksanaan kesehariannya. Tentulah dalam prakteknya bisa salah dan keliru atau terlupa, tapi karena ada tahapan evaluasi, maka semuanya bisa diluruskan kembali.
Bak kata pepatah : Sedikit demi sedikit lama lama menjadi bukit.
Orang tua  terpaksa menjadi pembelajar sejati. Bukan anaknya saja yang dikirim kesekolah agama, ayah dan ibu mengaji untuk bisa menjadi guru pertama dan utama anaknya.
Yang penting dalam mengajarkan agama untuk anak bukan hanya sekedar mereka BISA tapi SUKA.
4.Persiapan menjadi suami istri, ayah dan ibu sama halnya dengan mengajarkan agama, di tentukan terlebih dahulu aspek apa yang diperlukan untuk menjadi suami dan istri serta ayah dan ibu  yang baik. Kemudian diturunkan apa yang perlu dididikan sejak kecil. Umpama kue dibuat “bite size”, dalam bentuk kecil yang bisa dikunyah. Misalnya anak memperoleh kepercayaan diri dari kehangatan hubungan dan rasa percaya yang ditunjukkan oleh orang tuanya. Kalau dia 7 tahun sudah terbiasa mengurus diri sendiri dan bisa membantu adiknya .. dstnya
5.Begitu jugalah dengan pendidikan formal. Usahakanlah agar anak masuk sekolah usia sekitar 7 tahun . Diusia ini mereka secara fisik, perkembangan otak, emosi dan sosialnya lebih siap untuk belajar.
Berarti waktu kapan  mulai masuk TKnya dihitung mundur.
Pilihan sekolah akan mengacu pada Tujuan Pengasuhan. Kita tak akan membua anak kita habis tenaga dan waktunya hanya sukses untuk akademis semata, karena kita punya hal hal lain yang harus dicapai.
Mencari sekolah punya dua pilihan :
Misalnya untuk SD:
a. Mata pelajaran padat tapi waktu pendek, pulag 11.30 atau jam
b. Waktu belajar panjang tapi materi tidak berat sesuai dengan kemampuan jarak perhatian dan kapasitas otak anak. Kita ingin anak tidak terbebani tapi mendapatkan pendidikan yang patut bagi usianya.
Sebagai contoh ada sekolah yang kelas satu pulang jam 2, tapi sejak jam 11.30 anak punya kesepatan tidur satu jam. Diatas jam12,30 tidak ada lagi mata pelajaran yang berat.  Atau sekolah lain pelajarannya  seperti berikut ini . Senin : Komputer – PKN – Silat. Selasa : Renang – Perpustakaan (baca buku) – IPS. Rabu: Bahasa Inggris – Perpustakaan – Penjas  dstnya.
Karena kita punya target pengasuhan, maka kita harus mencari sekolah yang tepat dan menunjang tercapainya tujuan pengasuhan kita.
Anak kita harus punya waktu untuk bercengkrama denga orang tua dan saudaranya, beribadah  dengan benar dan baik, bermain yang menyenangkan dan tidur yang cukup.
Saya teringat kata kata bijak dari tokoh pendidikan Amerika : Neil Postman, yang sejak tahun 1982 an sudah meramalkan keadaan anak anak kita dalam bukunya The  disappearance of childhood.

“Jangan kau cabut anakmu dari dunianya terlalu cepat, karena kau akan menemukan orang orag dewasa yang ke kanak kanakan!”

Bukankah sudah banyak kita temukan hal serupa ?
Semoga tak terjadi pada anak kita.
Yuk kita hadapi dan atasi semua tantangan dalam pengasuhan anak anak kita ini . semoga Allah mudahkan dan sukseskan kita menghasilkan generasi yang tangguh dan membahagiakan dunia dan akhirat.

Selamat berjuang.
Minggu tengah malam, 4 Desember 2016.
Elly Risman  
         
Silahkan share bila dianggap pantas.

Monday, August 7, 2017

Pesan Ibu Elly Risman

*Pesan Ibu Elly Risman*
*Senior Psikolog UI, Konsultan Parenting Nasional*

*Inilah pesan untuk para Orangtua:*

Kalau Anda dititipi anak Presiden, kira-kira bagaimana mengasuh dan menjaganya?

Beranikah Anda membentaknya sekali saja?
Pasti enggak, kan?

Nah, yang sekarang menitip bukan Presiden, tapi yang jauh lebih berkuasa dari Presiden, yaitu Allah.

Beranikah Anda membentak, memarahi, mencubit, menyentil, bahkan memukul?

Jika Anda pernah melakukannya, kira-kira nanti di hari akhir, apa yang Anda jawab ketika ditanya Pemiliknya?

*Jiwa anakmu lebih mahal* dari susu termahal yang ditumpahkannya.
*Jaga lisanmu,* duhai orangtua.
*Jangan pernah*, engkau *memarahi* anakmu hanya gara-gara ia menumpahkan susunya atau karena ia *melakukan hal* yang menurutmu *salah.*

Anakmu tidak tahu kalau apa yang ia *lakukan adalah kesalahan.*
*Otaknya belum mempunyai konsep* itu.

*Jaga Jiwa Anakmu.*
Lihatlah *tatapan mata* anakmu yang *tidak berdosa* itu ketika *engkau marah-marah.*
Ia diam dan mencoba mencerna apa yang engkau katakan.
*Apakah ia mengerti ?*

Mungkin iya, tapi cobalah perhatikan apa yang ia lakukan, *setelah* engkau *pukul dan engkau marahi.*
Anakmu *tetap memelukmu*, masih ingin *engkau belai.*
Bukankah inilah tanda si anak *memaafkanmu ?*

Namun, jika engkau terus-menerus mengumbar kata-kata kasarmu kepadanya, *otak anakmu akan merekamnya* dan akhirnya, *cadangan ‘maaf’ di otaknya hilang.*

*Apa yang akan terjadi* selanjutnya, duhai orangtua ?
Anakmu akan *tumbuh menjadi anak yang ‘ganas’* dan ia pun akan *membencimu sedikit demi sedikit* hingga *tidak tahan* hidup bersamamu.

*Jiwa anak yang terluka itu akan mendendam.*
Pernahkah engkau *saksikan* anak-anak yang *‘malas’ *merawat orangtuanya ketika tua ?*
*Jangan salahkan* anak-anaknya.
*Cobalah memahami* apa yang sudah *dilakukan* oleh orangtua itu kepada anak-anaknya ketika mereka *masih kecil.*

Orangtua.., anakmu itu *bukan kaset* yang bisa kau rekam untuk *kata-kata kasarmu.*
Bersabarlah.
*Jagalah kata-katamu* agar anak hanya tahu bahwa ayah ibunya adalah *contoh yang baik, yang bisa menahan amarahnya.*

Duhai orangtua, engkau pasti kesal kalau anakmu nakal.

Tapi pernahkan engkau *berpikir* bahwa kenakalannya mungkin adalah *efek rusaknya* jiwa anakmu karena *kesalahanmu...*
Kau *pukul & kau cubit anakmu* hanya karena melakukan *hal-hal sepele*.
Kau hina dina anakmu hanya karena ia *tidak mau melakukan* hal-hal yang engkau *perintahkan.*

Cobalah duduk dan *merenungi* apa saja *yang telah engkau lakukan* kepada anakmu.
Apakah engkau lebih sayang pada susu paling mahal yang tertumpah?
Anakmu pasti *menyadari* dan tahu ketika kemarahan itu *selalu hadir di depan matanya.*
*Jiwanya* pun menjadi memerah bagai bara api.
*Apa yang mungkin terjadi ketika jiwa anak sudah terusik ?*

Anak *tidak hormat* pada orangtua.
Anak *menjadi musuh* orangtua.
Anak *menjadi sumber kekesalan* orangtua.
Anak tidak bermimpi hidup bersama dengan orangtua.
*Hal-hal inikah yang engkau inginkan, duhai orangtua ?*

*Ingatlah, jiwa anakmu lebih mahal* dari apa pun termahal yang ada di dunia
*Jaga lisan* dan *perlakukanmu* kepada anakmu.

👶👦👧👶👦👧👶👦👧

Untuk saya dan bapak ibu semua..

Share buat para orang tua...☺🙏

Surga Terdekat Kita

*NOTE FOR PARENTS: Surga Terdekat Kita*

Pernah merasa seharian tidak melakukan apa-apa melainkan hanya menemani anak-anak bermain, sibuk menyiapkan menu special untuk anak berlanjut perjuangan menyuapinya hingga hitungan jam, menggendongnya sampai pegal pinggang saat dia rewel, mengeloninya lalu ikut tertidur, mengurusi semua keperluannya hingga kemudian hari sudah mulai petang dan belum melakukan pekerjaan lainnya?

Pernah merasa wasting time saat anak bayi masa “growth spurt” ? Dimana aktivitasnya hanya nyusu dan nyusu dengan jeda tipis sehingga emaknya cuma bisa nyusuin dan nyusuin bahkan makan dan mandi pun sulit?

Parents, semua kerepotan ini memang cuma soal waktu, namun tentang surga bukan persoalan sederhana sehingga wajar kalau ada harganya, jika ada jerih payahnya.

Pernah merasa begitu banyak uang yang kita belanjakan untuk memenuhi seluruh kebutuhan anak? Kebutuhan sehari-harinya, biaya sekolahnya, biaya pengobatannya serta berbagai fasilitas untuknya?

Pernah merasa begitu banyak hal yang kita korbankan untuk anak-anak? Ya soal waktu, tenaga, biaya …

Parents, semua kerepotan ini memang cuma soal waktu, namun tentang surga bukan persoalan sederhana sehingga wajar kalau ada harganya, jika ada jerih payahnya.

Kita sibuk mengeluh, berpeluh dengan mereka namun sadarkah bahwa kita sedang mengeluhkan surga terdekat kita sendiri?

Bukankah kita mengerti bahwa salah satu amal jariyah kita ada pada mereka berikut juga dengan kedudukan kita di akhirat bisa tertolong oleh mereka?

Bukankah kita sudah mengerti bahwa surga mereka ada pada ridho kita? Mengapa masih saja terlintas kesal, sebal  dan menganggap mereka merepotkan? Padahal kesalahan mereka sebagian besar adalah tanggungan kita sebagai orang tua. Padahal mungkin sebagian besar mereka tidak melakukan kesalahan hanya sedikit membuat repot dan mencari perhatian kita yang mahal harganya.

Kita sibuk mengeluh, berpeluh dengan mereka namun nyatanya sedang mengeluhkan  surga di depan mata.

Padahal mereka yang menyelamatkan hari-hari kita, padahal mereka yang menawarkan lebih dari jutaan peluang amalan bagi kita. Bukankah menyusui itu berpahala? Bukankah mendidik anak berpahala? Bukankah bersenda gurau dengan anak adalah apa yang Rasulullah saw ajarkan? Bukankah mencari rejeki untuk memenuhi kebutuhan mereka lebih berpahala dibandingkan hanya untuk memenuhi kebutuhanmu saja?

Pantas saja, menikah disebut setengah agama, begitu banyak amalan luar biasa dalam bangunan pernikahan lalu setengah agama lagi kita penuhi dengan takwa.

Jadi, masih bisakah kita mengeluhkan anak-anak kita? Tanpa mereka bisa jadi surga tak sampai pada kita, dan karena ridho kitalah mereka dapat menapaki surga.

Padahal kitalah yang sedang memanfaatkan waktu sebaik-baiknya jika membersamai mereka. Padahal belum tentu juga kita akan membelanjakan waktu lebih baik jika tidak sibuk mengurusi mereka.

Kali kalau kita gak ribet seharian ngurusin anak-anak bisa jadi malah ribet gossiping, shopping, atau doing nothing bahkan making sin?!

Parents, semua kerepotan ini memang cuma soal waktu, namun tentang surga bukan persoalan sederhana sehingga wajar kalau ada harganya, jika ada jerih payahnya.

Segera peluk surga terdekat kita

*noteforme
By: Zarah Safeer