Showing posts with label Pengasuhan. Show all posts
Showing posts with label Pengasuhan. Show all posts

Thursday, August 10, 2017

“Jangan bikin ayah bunda marah ya !”

Berapa sering sudah selama anda menjadi ibu atau ayah anda mengucapkan kata kata seperti diatas kepada anak anda?
sejak dia berusia  berapa?.
Iya , kalau anak anda satu bagimana kalau lebih?. Apakah  masing masing mereka juga pernah menerima kalimat diatas dan sudah berapa kali?..

Pernahkah anda bertanya pada diri sendiri sebagai orang tua, mengapa anda mudah sekali marah ? Bahkan kadang untuk hal hal yang sepele dilakukan anak atau bahkan untuk perilakunya yang  karena usianya dia belum tahu bahwa itu merupakan sesuatu  yang salah.
Bukankah seringkali  juga ayah dan bunda sudah langsung naik marahnya semata mata karena anak tidak mendengar apa yang diucapkan, disuruh, dilarang oleh orang tuanya atau karena sekedar  bertanya terus menerus?!.

Banyak hal memang yang bisa menjadi penyebab seseorang bisa marah : Capek, kurang tidur, banyak pikiran, lapar, kesal sama pasangan dan orang lain disekitar tetapi tak bisa di keluarkan, waktu terbatas tapi banyak hal harus diselesaikan/buru buru, stress, merasa terganggu  dan beribu hal lainnya.
Tapi, kalau  kemarahan anda itu begitu otomatis, sangat mudah dan polanya sama, misalnya : bila anak anda sebutlah “nakal” ( yang maknanya juga bisa seribu  juga tergantung definisi  dari masing masing orang tua) dan anda langsung serta SELALU menunjukkan nya dalam bentuk : mencubit, berteriak, memukul atau berkata kasar, maka  anda HARUS MENYELAM kedalam diri anda dan  MENGEMBARA kemasa lalu anda : Ada apa  dengan anda mengapa anda bereaksi  seperti itu.
Apa yang anda perlu lakukan terlebih dahulu adalah menemukan penyebab utama dari masa lalu tersebut. Anda juga harus bekerja sama dengan pasangan dan berusaha saling menemukan penyebab utamanya dan berusaha menyelesaikannya dengan : Menerima , memaafkan dan kemudian pelan pelan mengendalikannya.
Banyak sekali  orang tua tidak menyadari sebab utama dari mereka marah, dan mengeluarkannya dalam bentuk tertentu kemarahannya secara terus menerus.

Jadi : Siapa sebenarnya yang mengontrol dan  yang di kontrol?
Kalau setiap kali anda mengatakan :
“Jangan bikin ayah atau mama marah ya, kamu gak tahan nanti!”    atau “kamu gak tahu apa yang akan terjadi!”  atau berbagai bentuk kalimat yang sama.
Sebetulnya sadarkah kita apa yang sebenarnya yang sedang kita lakukan?.
Bukankah kalimat tersebut menunjukkan bahwa kita  “menyerahkan kendali emosi kita  kepada orang lain disekeliling kita, dalam hal ini anak kita sendiri? Mengapa  kita jadikan dia  yang memegang ‘Remote control’ nya emosi kita ? Berapa umurnya?” Dia kan anak anak anak yang mungkin otaknya  saja belum bersambungan.
Bukankah  bagi kita orang dewasa reaksi emosional kita  tergantung pada kita? Selalu ada pilihan yang bebas untuk kita lakukan.
Kalau kita menyerahkannya kepada anak anak  tidakkah itu kita sebenarnya sama sama anak anaknya dengan anak kita ?                                                                                                                                    

Jangan jangan  itulah yang merupakan salah satu sebab , mengapa ketika kita marah, kita tidak sadar apa yang terjadi, dan baru sadar setelah semua itu berlangsung baru kita jadi menyesal dan tidak jarang menangisinya. Tapi bukankah kemudian  kejadian serupa terulang lagi ?

Kemampuan bertanggung jawab  terhadap  aksi atau perilaku kita sesungguhnya  menunjukkan tingkat kematangan  diri.
Menjadi pemilik dari kesalahan  diri sendiri tanpa melemparnya  atau menyalahkan orang lain, situasi yang ada  bahkan masa kecil itulah KEDEWASAAN!.
Menjadi dewasa  adalah  tahap yang paling dasar  untuk  meraih  kemampuan untuk mengontrol diri sendiri. Belajar untuk mengendalikan diri  berarti kita berusaha bertanggung jawab terhadap keputusan kita sebelum , selama dan sesudah kita melakukan sesuatu. Ini membantu  kita untuk mengenali bahwa  tidak seorangpun bahkan anak kita  bisa  membuat kita merasakan, berfikir dan melakukan  “sesuatu”!.
Pantaskah  bila kita biarkan  anak kita membuat kita terpojok, menekan tombol kesabaran dan mendorong kita melakukan sesuatu yang salah? . Kenyataannya  mereka kan tidak segitunya “berkuasa” khan?
Bayangkanlah apa jadinya dengan anak kita bila keadaan  seperti ini berlangsung terus,  dimana anak sejak usia dini yang memegang kendali emosi orang tuanya?. Bagaimana anak ini nanti kalau sudah lebih besar dan bagaimana pulalah masa tua ayah ibunya?  

Jadi, bagaimana dong sebaiknya ?

1. Memang tidak semua orang tua marah pada anaknya, tapi pada umumnya semua kita mengalami “perjuangan” membesarkan dan mengasuh anak. Kita umumnya cemas dan kawatir bagaimana nanti “jadinya”anak kita. Hal ini membuat kita tak sengaja terlalu fokus pada anak sehingga lupa, bila sudah terlalu kawatir kita jadi kurang memperhatikan diri kita sendiri dan hilang kendali emosi.

2. Tolong jangan HANYA fokus pada anak, tapi fokus pada diri anda sendiri dulu.  Seperti kita mengantar kan anak kesekolah dengan kendaraan: mobilkah atau motor, siapa yang mengendalikan kendaraan? anak atau kita?. Begitulah seharusnya . Jadi  selesaikan dulu urusan dengan diri sendiri.

3. Berjuanglah untuk tetap memiliki kendali atas pikiran dan perasaan kita sebagai orang tua. Marah bukan tidak boleh, tetapi bila keseringan dan merupakan kebiasaan untuk berespons terhadap anak  akan berakibat tidak  baik bukan hanya bagi hubungan ortu anak tetapi juga terhadap “well being” nya. Karena  marah  tidak menyelesaikan masalah apalagi disertai kata kata yang tajam, bentakan dan hukuman fisik.

4. Mengendalikan diri dari marah juga harus dengan ilmu. Bahwa perubahan pertama yang dilakukan adalah terhadap diri sendiri. Kemudian harus meningkatkan ilmu agama selain dari ilmu pengasuhan. Pastilah dalam agama kita masing masing ada ketentuan  dan aturan tentang mengendalikan  marah sebagai salah satu sifat yang diciptakan ada dalam diri kita. Kalau tidak, kita tak akan berperang dengan diri sendiri dan dengan sekeliling kita bila kesalahan, kedhaliman , kemungkaran terjadi.

Dalam Islam, bila seseorang marah dia  hendaknya  menahan  amarahnya  dan memaafkan (3:134 ; 42: 37). bahkan dalam surah At Thagabun disebutkan bahwa : Wahai orang orang yang beriman, Sesungguhnya diantara istri istrimu dan anak anakmu ada yang menjadi musuh bagimu.Maka berhati hatilah kamu terhadap mereka; dan jika kamu maafkan, jangan marah serta ampuni mereka maka sungguh Allah Maha Pengeampun Maha Penyayang.

Bagaimana kita mampu melakukan semua itu : Memaafkan, tidak marah dan mengampunkan kalau kita tidak bisa mengendalikan diri kita sendiri?
Kalau hubungan ortu anak didasarkan dengan banyak marah dan teriak maka akan jadi bagaimanalah   hubungan tersebut nantinya.

Allah maha Tahu akan apa yang Dia ciptakan. Mengapa kita harus maafkan anak kita dan sebaiknya tidak marah ? Kan otaknya belum bersambungan? Mereka membutuhkan :dikasih tahu tentang  banyak hal : baik buruk , salah benar, boleh tidak boleh, halal dan haram  dll. Untuk itu mereka  sangat membutuhkan bimbingan, arahan  yang penuh kasih sayang. Bukan Marah dan teriakan !.

Rasulullah saw dimintai wasiat yang singkat dan padat oleh seorang sahabat : Jariyah bin Qudamah ra .Rasulullah mengatakan: “Engkau Jangan marah!” (HR Buchari)
Hadist lain Rasulullah mengajarkan bila seorang marah hendaknya dia DIAM, sehingga terhindar dari mengeluarkan kata kata yang tidak  patut dan keji.

Karena marah adalah  bara yang dilemparkan syaithan  kedalam hati anak Adam sehingga  ia mudah emosi,dadanya membara,urat syraf menegang, wajah memerah dan terkadang ungkapan dan tindakannya tidak masuk akal.

Rasulullah juga bersabda : Kalau seseorang marah dalam keadaan berdiri, maka sebaiknya dia duduk.Bila masih marah :berbaring. Bila masih marah juga  sebaiknya di berwudhu.
Cara lain yang dianjurkan Rasulullah adalah mengucapkan : A’u dzubillahi minasyaithanir rajim…

Jadi kita  telah diajarkan berbagai cara untuk mengendalikan diri kita dari amarah dan juga telah  telah diberi tahu “ ganjarannya” yaitu sabda Rasulullah :
a. Jangan kamu marah maka kamu akan masuk syurga”
b. Barangsiapa menahan amarah, padahal dia mampu melakukannya, maka pada hari kiamat Allah akan memanggilnya dihadapan seluruh makhluk, kemudian Allah menyuruhnya untuk memilih bidadari yang ia sukai.

Masih mau marah juga ? ya Ampuuun!!!

Jadi  teman teman, perjuangan terbesar kita bukanlah bagaimana menghadapi   dan membatasi anak kita dari pengaruh buruk TV, Internet, Pornografi,Miras dan Narkoba dan pergaulan bebas, tapi perjuangan  mengatasi reaksi emosi kita sendiri!

Kalau kita ingin berpengaruh terhadap anak kita, Kontrol reaksi emosi!. Kita harus yaqqin bahwa kita  bisa kok memilih reaksi emosi mana yang akan kita tunjukkan.

Pengasuhan adalah bisnis yang TIDAK BOLEH GAGAL!.

Kalau anda sudah kepenuhan dan sangat lelah, ini tips yang paling mudah : Duduklah bersandar, ingat anjuran Rasulullah untuk diam. Pandang anak anda dengan kasih, tarik nafas panjang dan dalam lalu hembuskan. Lakukan beberapa kali sambil  katakan dalam hati anda: “Benar benar yah nih anaakkkkk… otaknya  belum sempurna bersambungan!!”                                                                              
Senyummm…...
Senyum,  kata seorag ahli, membuat  otot pipi berkerut, menghentikan aliran oksigen dari pembuluh darah yang satu ke pembuluh darah berikutnya, sehingga menyebabkan batang otak menjadi dingin dan kondisi itu memproduksi  serotonin. Seretonin anti agresivitas…
Jadi  gak mungkin sambil tersenyum anda menghampiri anak anda mencubit, memarahi atau membentaknya . iya khan?

Selamat berjuang mengatasi reaksi emosi yang negatif dan berhentilah bilang :”Jangan sampe bikin ayah/mama marah ya !” dengan wajah berang dan mata melotot….

Bekasi, dini hari 30 Januari, 2017
Elly Risman
#Parenting eradigital
Silahkan share bila perlu

Tuesday, August 8, 2017

Bijak Menghadapi Tantangan Pengasuhan sehari hari

Bijak menghadapi :Tantangan pengasuhan sehari hari

Kali ini saya ingin mengajak anda para orangtua pembelajar untuk bersama menengok keseharian anak kita, dan kemudian untuk mengenali tantangan pengasuhan sehari  hari dimana kita bergulat untuk membentuk anak anak kita menjadi  anak anak yang seperti  diperintahkan Allah yaitu anak anak yang utamanya  menjadi  penyembah Allah – Li ya’buduun.

“ Berapa usia anak anak anda kelas berapa mereka sekarang ?”
Saya ambillah contoh anak SD kelas rendah dulu, yaitu kelas -3. Dari sini nanti kita dengan mudah menaikan jejangnya dan juga memahami kemajemukan masalah yang kita hadapi sehari hari..
Mengenai jadwal ini sangat bergantung aturan di masing masing keluarga, jam masuk sekolah, jarak tempuh dan Kalau mau anak diajar dan dilatihkan sholat shubuh  tepat waktu, berarti kita sudah coba membangunkan anak 10’ – 15’sebelum waktu sholat tiba, sekitar 03.50 atau pukul 04.00.
Kita buatlah jadwalnya sebagai berikut :
03.50 – 04.05  Bangun, siapa siap utk sholat
04.10 – 04.25  Sholat subuh,  baca Qur’an atau bahas  hal hal agama yg lainnya
4.25  - 6.30     Mandi siap siap, membantu tugas RT lainnya , sarapan . Mengulang pelajaran atau mengerjakan tugas RT atau bantu ibu atau  bercengkrama dengan keluarga.
6.30 – 7.00      Berangkat sekolah
07.00 – 13.30 Disekolah
 13.30 -  14.30 Pulang sekolah, sampai dirumah. Sangat tergantung jarak rumah – sekolah  dan macet tidaknya jalan dan kendaraan yang digunakan.
Ini kurang lebih jadwal untuk kelas rendah. Semakin tinggi  kelas anak semakin sore tibanya di rumah. Anak kelas 4-6 biasanya sampai dirumah berkisar atara jam 4- 5. Sementara anak SMP  biasa sampai dirumah  magrib atau bahkan  malam hari. Apalagi  kalau  ada tugas berkelompok  atau les tambahan . Riset kami menujukkan bahwa umumnya anak anak SD akan les 2-3 hari dalam seminggu, sementara anak SMP  akan les lebih banyak hampir 5-6 hari dalam seminggu.
Orang tua yang terlalu cemas akan banyak hal dalam keberhasilam akademis anaknya dimasa depan  atau yang terlalu sibuk sehingga sulit untuk punya waktu dengan anaknya akan mengatur jadwal les yang padat. Alasannya  dari pada waktu digunakan tidak menentu lebih baik anaknya ikut ber macam macam les.

Marilah kita sadari berapa padatnya otak anak dengan berbagai tugas tersebut, berapa lelah jiwanya dan jerih badannya. Dini hari besoknya, dia akan menghadapi lagi hal yang sama. Terus dan terus dan terus…
Sudah lah capek, umumnya orang tua tak sanggup menerima bahasa tubuh yang menunjukkan kelelahan dan sikap yang agak malas malasan dan lama dalam menyelesaikan sesuatu yang disuruh. Apa lagi kalau berkilah, membantah, memprotes, berkata dengan nada tinggi, menolak melakukan atau  mengerjakan sesuatu.
Wah bayangkanlah reaksi orang tua, apalagi  mereka yang tadi seharian sudah habis tenaga dan emosinya terkuras diluar rumah, lepas dia bekerja atau sekedar aktifitas ‘killing time “saja.Memukul mungkin tak sembarang orang, tapi  apa kabar dengan kata kata ?
Banyak yang tidak faham bahwa kata kata yang tajam walau dalam nada rendah menusuk kedalam jiwa, “verbal abuse” namanya. Kalau perasaan diabaikan bahkan di”iris dan dihunjam” juga atas nama kepuasan emosi ibu dan ayahnya, “emosional abuse” istilahnya.

Bagaimana anak  tidak menumpuk lapisan emosi yang tinggi dalam dadanya yang sekali  meledak bak air bah yang bobol tanggulnya.
Lupa, hal ini sudah berlangsung lama, sejak usia 6-7 tahun, atau mungkin lebih muda. Tak disadari  hari telah berganti minggu , minggu berganti bulan. Bulan terlah beralih tahun dan tahun dan tahun….
Siapa yang mengerti beratnya beban fikir dan jiwa anak?. Dengan dalih masa depan yang masih sekitar 15 – 20 tahun lagi itu, sejak muda usia anak di pacu dan  di dera untuk mempertahankan prestasinya sekuat yang dia bisa.. Bukan hanya badan, banyak yang tidak faham betapa jiwa anak dan remaja kita ini pun tak sempat bernafas.
Anda mungkin tidak percaya, bahwa 7 dari 15 pemerkosa Yuyun yg sempat saya temui bersama dengan dr Dewi Inong di penjara, menyatakan bahwa mereka menyimpan dendam pada ibunya: karena kata kata yang mereka terima terlalu menusukjiwa!.

Apa yang hilang  dari pengasuhan ?

Banyak!.
1. Yang pertama adalah hilangnya  kehangatan, kebersamaan dan
     keceriaan anak anak dan remaja.
2.  Cinta Belajar. Beban pelajaran dan waktu belajar yang padat kita kawatirkan telah mencederai semangat belajarnya. Mereka masih akan belajar belasan tahun lagi. Kalau sekarang sudah “bantat” karena lelah jiwa, dari mana akan diperolehnya semangat dan kecintaan menuntut ilmu dan  untuk menyelesaikannya sampai jenjang yang tinggi?
3. Yang paling mahal yang hilang bila tak pandai pandai mensiasati adalah Dialog. Karena waktu yang sempit,pola bicara hanya perintah larangan dan komentar. Bagaimana akan menyampaikan pesan, membentuk kebiasan baik, menambah pengetahuan, memperluas wawasan dan yang paling penting bagaimana bisa mengetahui kebutuhan utama anak dan mendengar dan memahami perasaannya?
Percakapan berpusar hanya pada masalah akademik semata.
4. Banyak hal hal esensial yang harusnya dibahas diajarkan pada anak jadi tak kebagian waktu, apalagi kalau kedua orang tua sibuk : Berbagai aspek dalam penanaman aqidah yang lurus, ibadah yang benar ,amalan yg shalih dan akhlak mulia serta berbagai kisah kenabian dan para sahabat yang mulia tak sempat dilakukan.
5. Hal lainnya yang umumnya  sungguh terabaikan adalah persiapan pra baligh dan keharusan bijak berteknologi.

Apa yang terjadi ?

Tanpa terasa oleh karena jadwal yang padat dan ortu yang sibuk, tahu tahu   anak sudah pra remaja. Mereka sudah “ sexually active” sementara persiapan  untuk baligh  jauh dari  memadai. Anak  kurang memiliki  berbagai pengetahuan dan ketrampilan hidup, padahal mereka adalah generasi Platinum yang hidup di era digital. Tiba tiba terasa kita memiliki banyak sekali masalah.
Karena beratnya beban hari hari yang dihadapi anak, mereka mencari kesenangan dengan atau melalui handphone, laptopnya, games dan berbagai fasilitas technology lainnya. Anak terpapar pada berbagai bentuk kriminalitas, narkoba, perjudian, berbagai bentuk kenakalan remaja lewat sosial media dan tentunya pornografi yang sudah sering sekali kita bahas di grup ini.
Kita menghadapi berbagai masalah perilaku yang luar biasa rumitnya, tak meyadari sebab musababnya karena merasa semua berjalan seperti biasanya dan kini  bingung mencari solusinya.

Bagaimana sebaiknya ?

Berikut  sekedar usulan saya  bagaimana menghindari bila belum terjadi dan mengatasinya bila sudah terlanjur tidak sengaja.

1.Cukupkanlah kehangatan anak  dan kelengketan jiwa ke jiwa dengan kedua orang tuanya . Penuhi bejana jiwa anak kita pada saat dia butuhkan dalam jumlah yang cukup oleh kedua orangtuanya.
2.Riset yang kami lakukan menunjukkan bahwa pasangan muda  lupa  merumuskan dan menyepakati tujuan pengasuhan anak anaknya Kacaunya arah  pengasuhan anak adalah karena orang tua lupa merumuskan Tujuan Pengasuha dengan rinci, bukan hal hal yang umum dan  generik seperti  : Menjadikan anak shalih dan shaliha saja.
Ada tujuh Tujuan Pengasuhan yang kami sarankan berdasarkan riset kami .
1. Menjadi hamba Allah yang Taqwa, Imannya lurus, ibadahnya
        benar dan baik serta akhlak nya mulia.
2. Diasuh dan disiapkan untuk menjadi calon suami dan istri
3.  Dipersiapkan untuk menjadi ayah dan ibu
4. Dididik untuk menjadi ahli dalam bidangnya secara
         professional
5. Disiapkan menjadi pendidik, terutama laki laki karena mereka
         akan menjadi pendidik utama istri dan anak anaknya serta bila  
         perlu keluarganya.
6. Khusus untuk laki laki dipersiapkan untuk jadi pengayom bagi
        kedua orang tua, keluarganya dan keluarga besarnya. Dia
        terutama yang bertanggung jawab dari mengurus kedua orang
        tuanya terutama kebutuhannya, ketika mereka tua dan sakit
        serta mengurusi dan mengimami sholat jenazahnya.
7. Anak laki laki dan perempuan di asuh untuk juga bisa
        bermanfaat bagi orang banyak.

Dengan adanya  rumusan yang jelas tentang Tujuan Pengasuhan ini maka bisa dibuat kesepakatan antara suami istri dalam menjalaninya dan membuat rencana evaluasi serta  bagaimana berbagi taggung jawab dalam  pelaksanaannya.
Mengapa sering sekali terjadi kekacauan seperti diatas, karena mengasuh anak tidak punya tujuan tak terbangun prinsip  yang jelas sehingga mudah latah atau hanyut dalam TREND, bagaimana orang sekitar mengasuh anaknya.
Kalau orang lain fokusnya hanya sukses akademis, yah kita gak perlu sama. Kita punya 6 tujuan lainnya yang harus kita capai, diuraikan dalam tahapan usia  dan dibuatkan rencana bagaimana mencapainya. Itulah Pe Er anda berdua sepanjang kehidupan sampai anak dewasa!.

3.Selanjutnya adalah  membuat rumusan tentang apa yang dibutuhkan  berdasarkan usia untuk setiap  aspek dari  Tujuan Pengasuhan.
Misalnya untuk menjadikan keimanan  anak lurus, ibadahnya baik dan akhlaknya mulia: Apa tugas ayah dan apa tugas ibu.Ayah menentukan garis besar nya lalu ayah dan ibu berbagi tugas dalam pelaksanaan kesehariannya. Tentulah dalam prakteknya bisa salah dan keliru atau terlupa, tapi karena ada tahapan evaluasi, maka semuanya bisa diluruskan kembali.
Bak kata pepatah : Sedikit demi sedikit lama lama menjadi bukit.
Orang tua  terpaksa menjadi pembelajar sejati. Bukan anaknya saja yang dikirim kesekolah agama, ayah dan ibu mengaji untuk bisa menjadi guru pertama dan utama anaknya.
Yang penting dalam mengajarkan agama untuk anak bukan hanya sekedar mereka BISA tapi SUKA.
4.Persiapan menjadi suami istri, ayah dan ibu sama halnya dengan mengajarkan agama, di tentukan terlebih dahulu aspek apa yang diperlukan untuk menjadi suami dan istri serta ayah dan ibu  yang baik. Kemudian diturunkan apa yang perlu dididikan sejak kecil. Umpama kue dibuat “bite size”, dalam bentuk kecil yang bisa dikunyah. Misalnya anak memperoleh kepercayaan diri dari kehangatan hubungan dan rasa percaya yang ditunjukkan oleh orang tuanya. Kalau dia 7 tahun sudah terbiasa mengurus diri sendiri dan bisa membantu adiknya .. dstnya
5.Begitu jugalah dengan pendidikan formal. Usahakanlah agar anak masuk sekolah usia sekitar 7 tahun . Diusia ini mereka secara fisik, perkembangan otak, emosi dan sosialnya lebih siap untuk belajar.
Berarti waktu kapan  mulai masuk TKnya dihitung mundur.
Pilihan sekolah akan mengacu pada Tujuan Pengasuhan. Kita tak akan membua anak kita habis tenaga dan waktunya hanya sukses untuk akademis semata, karena kita punya hal hal lain yang harus dicapai.
Mencari sekolah punya dua pilihan :
Misalnya untuk SD:
a. Mata pelajaran padat tapi waktu pendek, pulag 11.30 atau jam
b. Waktu belajar panjang tapi materi tidak berat sesuai dengan kemampuan jarak perhatian dan kapasitas otak anak. Kita ingin anak tidak terbebani tapi mendapatkan pendidikan yang patut bagi usianya.
Sebagai contoh ada sekolah yang kelas satu pulang jam 2, tapi sejak jam 11.30 anak punya kesepatan tidur satu jam. Diatas jam12,30 tidak ada lagi mata pelajaran yang berat.  Atau sekolah lain pelajarannya  seperti berikut ini . Senin : Komputer – PKN – Silat. Selasa : Renang – Perpustakaan (baca buku) – IPS. Rabu: Bahasa Inggris – Perpustakaan – Penjas  dstnya.
Karena kita punya target pengasuhan, maka kita harus mencari sekolah yang tepat dan menunjang tercapainya tujuan pengasuhan kita.
Anak kita harus punya waktu untuk bercengkrama denga orang tua dan saudaranya, beribadah  dengan benar dan baik, bermain yang menyenangkan dan tidur yang cukup.
Saya teringat kata kata bijak dari tokoh pendidikan Amerika : Neil Postman, yang sejak tahun 1982 an sudah meramalkan keadaan anak anak kita dalam bukunya The  disappearance of childhood.

“Jangan kau cabut anakmu dari dunianya terlalu cepat, karena kau akan menemukan orang orag dewasa yang ke kanak kanakan!”

Bukankah sudah banyak kita temukan hal serupa ?
Semoga tak terjadi pada anak kita.
Yuk kita hadapi dan atasi semua tantangan dalam pengasuhan anak anak kita ini . semoga Allah mudahkan dan sukseskan kita menghasilkan generasi yang tangguh dan membahagiakan dunia dan akhirat.

Selamat berjuang.
Minggu tengah malam, 4 Desember 2016.
Elly Risman  
         
Silahkan share bila dianggap pantas.

Monday, August 7, 2017

Pesan Ibu Elly Risman

*Pesan Ibu Elly Risman*
*Senior Psikolog UI, Konsultan Parenting Nasional*

*Inilah pesan untuk para Orangtua:*

Kalau Anda dititipi anak Presiden, kira-kira bagaimana mengasuh dan menjaganya?

Beranikah Anda membentaknya sekali saja?
Pasti enggak, kan?

Nah, yang sekarang menitip bukan Presiden, tapi yang jauh lebih berkuasa dari Presiden, yaitu Allah.

Beranikah Anda membentak, memarahi, mencubit, menyentil, bahkan memukul?

Jika Anda pernah melakukannya, kira-kira nanti di hari akhir, apa yang Anda jawab ketika ditanya Pemiliknya?

*Jiwa anakmu lebih mahal* dari susu termahal yang ditumpahkannya.
*Jaga lisanmu,* duhai orangtua.
*Jangan pernah*, engkau *memarahi* anakmu hanya gara-gara ia menumpahkan susunya atau karena ia *melakukan hal* yang menurutmu *salah.*

Anakmu tidak tahu kalau apa yang ia *lakukan adalah kesalahan.*
*Otaknya belum mempunyai konsep* itu.

*Jaga Jiwa Anakmu.*
Lihatlah *tatapan mata* anakmu yang *tidak berdosa* itu ketika *engkau marah-marah.*
Ia diam dan mencoba mencerna apa yang engkau katakan.
*Apakah ia mengerti ?*

Mungkin iya, tapi cobalah perhatikan apa yang ia lakukan, *setelah* engkau *pukul dan engkau marahi.*
Anakmu *tetap memelukmu*, masih ingin *engkau belai.*
Bukankah inilah tanda si anak *memaafkanmu ?*

Namun, jika engkau terus-menerus mengumbar kata-kata kasarmu kepadanya, *otak anakmu akan merekamnya* dan akhirnya, *cadangan ‘maaf’ di otaknya hilang.*

*Apa yang akan terjadi* selanjutnya, duhai orangtua ?
Anakmu akan *tumbuh menjadi anak yang ‘ganas’* dan ia pun akan *membencimu sedikit demi sedikit* hingga *tidak tahan* hidup bersamamu.

*Jiwa anak yang terluka itu akan mendendam.*
Pernahkah engkau *saksikan* anak-anak yang *‘malas’ *merawat orangtuanya ketika tua ?*
*Jangan salahkan* anak-anaknya.
*Cobalah memahami* apa yang sudah *dilakukan* oleh orangtua itu kepada anak-anaknya ketika mereka *masih kecil.*

Orangtua.., anakmu itu *bukan kaset* yang bisa kau rekam untuk *kata-kata kasarmu.*
Bersabarlah.
*Jagalah kata-katamu* agar anak hanya tahu bahwa ayah ibunya adalah *contoh yang baik, yang bisa menahan amarahnya.*

Duhai orangtua, engkau pasti kesal kalau anakmu nakal.

Tapi pernahkan engkau *berpikir* bahwa kenakalannya mungkin adalah *efek rusaknya* jiwa anakmu karena *kesalahanmu...*
Kau *pukul & kau cubit anakmu* hanya karena melakukan *hal-hal sepele*.
Kau hina dina anakmu hanya karena ia *tidak mau melakukan* hal-hal yang engkau *perintahkan.*

Cobalah duduk dan *merenungi* apa saja *yang telah engkau lakukan* kepada anakmu.
Apakah engkau lebih sayang pada susu paling mahal yang tertumpah?
Anakmu pasti *menyadari* dan tahu ketika kemarahan itu *selalu hadir di depan matanya.*
*Jiwanya* pun menjadi memerah bagai bara api.
*Apa yang mungkin terjadi ketika jiwa anak sudah terusik ?*

Anak *tidak hormat* pada orangtua.
Anak *menjadi musuh* orangtua.
Anak *menjadi sumber kekesalan* orangtua.
Anak tidak bermimpi hidup bersama dengan orangtua.
*Hal-hal inikah yang engkau inginkan, duhai orangtua ?*

*Ingatlah, jiwa anakmu lebih mahal* dari apa pun termahal yang ada di dunia
*Jaga lisan* dan *perlakukanmu* kepada anakmu.

πŸ‘ΆπŸ‘¦πŸ‘§πŸ‘ΆπŸ‘¦πŸ‘§πŸ‘ΆπŸ‘¦πŸ‘§

Untuk saya dan bapak ibu semua..

Share buat para orang tua...☺πŸ™